Search This Blog

Pages

Thursday, October 28, 2010

hari ini sumpah pemuda, sumpah pemuda hari ini




82 tahun yang lalu


SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928



bagaimana dengan sumpah pemuda hari ini ? 

apakah seperti ini:

saya bersumpah,ga ngerokok pak...sumpah...m..baik pak..sumpah,besok saya ga bakal ngulangin lagi pak...

saya bersumpah, semester ini akan rajin kuliah...seperti janji2 saya disemester sebelumnya!

saya bersumpah, saya akan mencintai mu selama saya belum bertemu dengan yang lebih cantik dari dirimu!!


 entahlah , saya juga tidak tau pasti..

tapi..

SAYA BERSUMPAH.. KALAU SAYA BELUM SEKEREN PARA  PEMUDA 82 TAHUN LALU,DAN SAYA MALU KARENA ITU....


bagaimana dengan lu, you dan kamu?


Monday, October 25, 2010

7.5



25 oktober 2010

saya baru aja online di sebuah warnet, basah-basahan, habis ujan2an dari kostan temen saya

diluar masih hujan, saat seorang user lain berkata

GEMPA YA?

saya kaget, soalnya sama skelai ga ngerasain , ternyata operator warnet pun juga ga tau ada gempa

WALAH, ternyata di fb dah heboh.cek bmg, ternyata 7.5 SR  DI MENTAWAI DAN BERPOTENSI TSUNAMI!!!

bukannya takabur, tapi ...daerah dimana saya ngampus  sih masih aman, soalnya di atas bukit...

kalo tsunami sih, masih bisa senyum lah, tapi kalo gempa susulannya gede, parah juga

saya keluar warnet buat beli rokok dan ternyata

DAERAH PASAR BARU, PUNCAK BUKIT DIMANA SAYA NGEKOST DAN BERKULIAH SUDAH RAME OLEH KENDARAAN.MACET DI SETIAP SUDUT JALAN.WARGA DIS EKITAR PANTAI SUDAH MULAI MENGUNGSI...BEBERAPA WARGA SEKITAR PUN MASIH DILUAR LENGKAP  DENGAN TAS MEREKA

begitulah...ternyata kita terlihat sangat kecil saat ada gertakan sekecil itu..

dan saat saya selesai menyalakan rokok saya, terdengar suara berita di tv

BMG SUDAH MENCABUT PERNYATAAN GEMPA BERPOTENSI TSUNAMI...

sukurlah...

-jujur,sekeren apapun saya ,saya masih trauma dengan satu tahun lalu-

Saturday, October 23, 2010

PRECIOUS

malam minggu ke sekian tanpa malam mingguan

dan malam minggu ke dua online semalaman di fakultas bersama para setan.

sebenarnya ga ada yang terlalu penting buat di download.. sinyal juga ga bagus-bagus banget.standart

ga ada tugas yg urgent juga buat di kumpulin besok

ga ada film suster dan guru2 cantik baru yang perlu di nikmati

paling banter juga fb an atau malah denger mp3...

ternyata.. 

YANG PENTING ITU BUKAN ONLINE NYA BUKAN DOWNLOAD NYA..

tapi..

  WAKTU YANG KAMI HABISKAN BERSAMA..

CURHAT , CENCENGAN DAN KEMUDIAN TERTAWA BERSAMA...

ITU YANG AMAT BERHARGA 

Wednesday, October 20, 2010

keluhan tanggal 20 an

dont ask the money spent
or where it went
coz no one born to invent
what they did for every cent

-anonym-

masalah klasik yang selalu hadir tiap bulan.cacad.padahal pengen beli mini dv buat bikin film pendek sendiri.atau paling tidak beli buku  dan komik buat di koleksi

tapi bagaimana mungkin? buat makan saja aku sulit

maaf bunda, papa. saya memang belum bisa memenej amanah anda berdua dengan baik.tapi saya berjanji saya akan selalu berusaha.doakan saya

ckckc. gali lobang , tutup lobang...

Sunday, October 17, 2010

24 /7 : ini tentang pilihan

satu minggu itu tujuh hari dan satu hari 24 jam

itu udah ketentuan.jadi jangan menyesal kalo terkadang ada keinginan kita yang belum bisa kita lakukan dalam 1 hari atau bahkan dalam satu minggu

contohnya saya : saya pengen baca buku, tapi di hardisk masih banyak film yang nunggu buat di tonton
sementara, kuliah juga masih bejibun.belum lagi ngomongin skripsi, dan kegiatan nongkrong di kampus ,
 emulator juga belum dimaenin semua. padahal game nya asik2. selain itu juga pengen mempedalam ilmu photoshop.

saya pengen saya bisa nambah baacaan, namatan game , ngikutin serial, nonton film semuanya jalan dalam satu minggu.

namun ternyata emang ga bisa, harus ada yang saya pilih

ketika saya milih marathon serial, maka otomatis saya akan lali membaca, ninggalin film, dan ga nongkrong di kampus.

 yang paling parah adalah : kadang saya menghilangkan semua pilihan tersebut dengan tidur sepanjang hari.

seperti hari ini...

Saturday, October 16, 2010

then end is just the beginning

setelah 2 bulan mengikuti workshop penulisan naskah bersama  mas salman aristo ( penulis naskah laskar pelangi, ayat2 cinta, dll) yang diadakan JIFFEST ( jakarta international film festival)  yg tahun ini travelling ke padang

hari ini, kami para peserta yang terdiri dari 4 orang, mengikuti sesi akhir dari perjalanan kami,  awalnya 6 orang, satu musti jadi peserta ubud festival, satu lagi ga  dapat cuti )\...


sesi ini adalah :

PENJURIAN


hari ini adalah hari penentuan naskah film pendek siapa yang akan di filmkan.

hari ini kami musti presentasi di depan para juri,yang terdiri dari produser dan pemerhati film

dan akhirnya:

 KEPULANGAN TERAKHIR, naskah dari mahasiswa isi jurusan pertelevisian yang bernama RIZKY FAHRI ZALMY.keluar sebagai pemenang..

selamat buat rizky alias  tulang !!!

sampai jumpa teman2 peserta: arif, lidya, dina, david.mudah2an kita bersua di lain kesempatan..

makasih juga buat mbak kiki dan teman2 panitia, dan yg istimewa buat tutor kami : mas salman..

TERIMA KASIH, SAYA BERJANJI, KITA AKAN BERTEMU DI DUNIA PROFESIONAL..

tunggulah !! 

Friday, October 15, 2010

TUHAN TIDAK NDESO

Mohon maaf buat yang tidak berkenan. tulisan ini saya copy dari notes junior saya di fb, yang juga dicopy oleh beliau dari sebuah mailing list..karena menurut saya tulisan ini sangat menginspirasi, maka saya coba untuk berbagi

selamat menikmati...

Gusti ALLAH tidak "ndeso"... Beragama tapi Korupsi Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun. "Cak Nun", kata sang penanya, "misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu: pergi ke masjid untuk shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?". Cak Nun menjawab lantang, "Ya nolong orang kecelakaan". "Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?", kejar si penanya. "Ah, mosok Gusti Allah ndeso gitu", jawab Cak Nun. "Kalau saya memilih shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak", katanya lagi. "Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yang memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi". Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di masjid, melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu. Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang. Kata Tuhan: kalau engkau menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Akulah yang kesepian itu. Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu. Seraya bertanya balik, Emha berujar, "Kira-kira Tuhan suka yang mana dari tiga orang ini. Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca al-quran, membangun masjid, tapi korupsi uang negara. Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal al-quran, menganjurkan hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan mengobarkan semangat permusuhan. Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran, tapi suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?" ... Kalau saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau korupsi uang negara, itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi menginjak-injaknya. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi menginjak Tuhan. Sedang orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang, itulah orang yang sesungguhnya sembahyang dan membaca al-quran. Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya: kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama. Idealnya, orang beragama itu mesti shalat, misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang. Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama. Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya. Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan. Ekstrinsik Vs Intrinsik Dalam sebuah hadis diceritakan, suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita perihal seorang yang shalat di malam hari dan puasa di siang hari, tetapi menyakiti tetangganya dengan lisannya. Nabi Muhammad SAW menjawab singkat, "Ia di neraka". Hadis ini memperlihatkan kepada kita bahwa ibadah ritual saja belum cukup. Ibadah ritual mesti dibarengi ibadah sosial. Pelaksanaan ibadah ritual yang tulus harus melahirkan kepedulian pada lingkungan sosial. Hadis di atas juga ingin mengatakan, agama jangan dipakai sebagai tameng memperoleh kedudukan dan citra baik di hadapan orang lain. Hal ini sejalan dengan definisi keberagamaan dari Gordon W. Allport. Allport, psikolog, membagi dua macam cara beragama: ekstrinsik dan intrinsik. Yang ekstrinsik memandang agama sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Agama dimanfaatkan demikian rupa agar dia memperoleh status darinya. Ia puasa, misa, kebaktian, atau membaca kitab suci, bukan untuk meraih keberkahan Tuhan, melainkan supaya orang lain menghargai dirinya. Dia beragama demi status dan harga diri. Ajaran agama tidak menghujam ke dalam dirinya. Yang kedua, yang intrinsik, adalah cara beragama yang memasukkan nilai-nilai agama ke dalam dirinya. Nilai dan ajaran agama terhujam jauh ke dalam jiwa penganutnya.  Adanya internalisasi nilai spiritual keagamaan. Ibadah ritual bukan hanya praktik tanpa makna. Semua ibadah itu memiliki pengaruh dalam sikapnya sehari-hari. Baginya, agama adalah penghayatan batin kepada Tuhan. Cara beragama yang intrinsiklah yang mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan penuh kasih sayang. Keberagamaan ekstrinsik, cara beragama yang tidak tulus, melahirkan egoisme. Egoisme bertanggungjawab atas kegagalan manusia mencari kebahagiaan, kata Leo Tolstoy. Kebahagiaan tidak terletak pada kesenangan diri sendiri. Kebahagiaan terletak pada kebersamaan. Sebaliknya, cara beragama yang intrinsik menciptakan kebersamaan. Karena itu, menciptakan kebahagiaan dalam diri penganutnya dan lingkungan sosialnya. Ada penghayatan terhadap pelaksanaan ritual-ritual agama. Cara beragama yang ekstrinsik menjadikan agama sebagai alat politis dan ekonomis. Sebuah sikap beragama yang memunculkan sikap hipokrit; kemunafikan. Syaikh Al Ghazali dan Sayid Quthb pernah berkata, ...kita ribut tentang bid'ah dalam shalat dan haji, tetapi dengan tenang melakukan bid'ah dalam urusan ekonomi dan politik. Kita puasa tetapi dengan tenang melakukan korupsi. Juga kekerasan, pencurian, dan penindasan. Indonesia, sebuah negeri yang katanya agamis, merupakan negara penuh pertikaian. Majalah Newsweek edisi 9 Juli 2001 mencatat, Indonesia dengan 17.000 pulau ini menyimpan 1.000 titik api yang sewaktu-waktu siap menyala. Bila tidak dikelola, dengan mudah beralih menjadi bentuk kekerasan yang memakan korban. Peringatan Newsweek lima tahun lalu itu, rupanya mulai memperlihatkan kebenaran. Poso, Maluku, Papua Barat, Aceh menjadi contohnya. Ironis. Jalaluddin Rakhmat, dalam Islam Alternatif , menulis betapa banyak umat Islam disibukkan dengan urusan ibadah mahdhah (ritual), tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan, dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara mereka. Betapa banyak orang kaya Islam yang dengan khusuk meratakan dahinya di atas sajadah, sementara di sekitarnya tubuh-tubuh layu digerogoti penyakit dan kekurangan gizi. Kita kerap melihat jutaan uang dihabiskan untuk upacara-upacara keagamaan, di saat ribuan anak di sudut-sudut negeri ini tidak dapat melanjutkan sekolah. Jutaan uang dihamburkan untuk membangun rumah ibadah yang megah, di saat ribuan orang tua masih harus menanggung beban mencari sesuap nasi. Jutaan uang dipakai untuk naik haji berulang kali, di saat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak dapat membayar biaya rumah sakit. Secara ekstrinsik mereka beragama, tetapi secara intrinsik tidak beragama.   .

by : Emha Ainun Najib